Hidup di Jakarta
Jakarta, woiyy monas coy... busway, bisa ketemu artis, nonton konser mancanegara, dll.
Tinggal di Jakarta adalah keinginan banyak orang di Indonesia. Yup namanya aja ibu kota, lebih kejam dari pada ibu tiri katanya. Tapi, apakah benar-benar kejam kah Jakarta? Ane bilang bilang sih Jakarta sama aja.
Biaya hidup sebenarnya juga sama saja, akan tetapi tuntutan dan kebutuhan hidup yang berbeda. Kita bisa hidup dengan makan seadanya, tapi kalo di jakarta, Tangerang, Bekasi, dan sekitarnya apalah arti uang Rp 100 ribu.
Pengalaman saya selama 3 tahun hidup di ibu kota sangat berbeda dengan tinggal di kampung. Mulai dari bangun pagi membeli sarapan sampai makan malam, menghabiskan uang yang cukup tinggi. Minimal perbulan pengeluaran sekitar 2-3 jutaan. Bisa sih ngirit, cuman menyiksa batin.
Masalah sosial tergantung pada diri kita, jangan anda kira kebanyakan orang yang berpasang muka seram atau tak ramah adalah orang jahat. Sikap acuh tak acuh yang tiap hari dilihat hanyalah cermin sebuah kota besar dimana yang menjaga diri mereka sendiri adalah dirinya sendiri. Dan jangan mudah menyangka orang yang ramah, pandai bergaul, dan pitar menghibur kita adalah orang yang benar-benar baik.
Saya orang jawa, tiap hari juga bertemu orang jawa dan saya bangga menjadi orang jawa. Namun saya tidak harus mempersempit pergaulan dengan orang jawa saja. Dari berbagai suku seperti Sunda, Batak, dan lain-lain adalah sebuah satu kesatuan sosial di Ibukota dari berbagai agama Islam, Kristen, Hindu, Budha.
Soal wanita, saya memang bukan ahli menahlukkan seorang wanita. Namun apa yang telah saya ketahui dari berbagai bentuk dan sifat sangat variatif sebagian besar cewek kota tidak sesombong cewek kampung, mereka justru malah sangat menghargai keberadaan kita. Asumsinya adalah jumlah cewek cantik di kampung sangatlah sedikit, jadi kalao dia udah berasa cantik dia bisa jual mahal. Lain halnya di kota, secantik apapun wanita masih banyak wanita yang lebih cantik dan pintar.
Modal utama kita adalah mental dan satu lagi yang tak bisa di elakkan, yaitu UANG sebanyak-banyaknya.
Suatu saat nanti ane juga pengen hidup lagi di Jakarta, ane juga merasa gagal selama 3 tahun hidup disana karena hanya membawa pulang uang tak lebih dari harga sebuah kendaraan roda 2. Namun ane sangat bersyukur, karena ane memaknai kehidupan adalah sebuah perjalanan, ane bisa mempunyai saudara, teman, partner, hiburan seperti konser hammersonic , JKT48 dan banyak pengalaman lainnya. Selain itu gadis palembang dan sunda sempat mengisi kehidupan ketika ane ada duit, but the ending is..... never mind hahaha
Dimana bumi dipijak, disitu langit di junjung.
Dimana kita menanam kebaikan, tiada balasan kecuali kebaikan itu pula.
Semoga betah hidup di Jakarta :D
0 Response to "Hidup di Jakarta"
Post a Comment